2. 20 Tahun yang Lalu

"Halo, pendengar Jakarta...sudah saatnya kita masuk ke acara kuis Ramadhan. Sudah pada sahur kan? Harus bisa jawab ya!"

Wah, kuis! Langsung kuangkat gagang telepon dan kuhubungi nomor telepon yang diberikan sang penyiar tadi.

"Siapa nama Ibu Susu Rasulallah SAW? A. Halimah, B. Khadijah, C. Aisyah."

Gampang!

"Ya, halo...siapa di ujung sana?"

Hah! Teleponku masuk!

"Tania..."

"Hai, Tania. Di mana? Telepon kamu berapa?"

"Di Jakarta Barat. 525516"

Hm...kok teleponku on-air ya?

"Sip. Jawabannya apa?"

"A. Halimah."

"Alhamdulillah. Betul! Selamat ya. Kamu bisa ambil hadiahnya seminggu lagi di kantor ya. Telepon dulu ke Ari di 663215. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam."

Wah... dapat hadiah! Siapa yang ambil ya? Aku pasti tidak boleh jalan sendiri ke kantor radio itu. Oh ya, minta tolong Oom-ku saja deh.

Selepas Shalat Subuh, aku tidur sejenak agar nanti di sekolah lebih segar dan tidak mengantuk.

Aku terbangun jam tujuh pagi saat Ibu memanggilku, "Ada telepon, Nia..."

Siapa menelepon pagi-pagi begini?

"Ya, halo..."

"Halo...ini Tania?"

"Iya. Ini siapa ya?"

"Kenalkan. Namaku Adi."

"Adi mana?"

"Kamu memang nggak kenal aku. Hm...tadi pagi kamu ikut kuis di radio kan? Aku catat no telepon kamu. Soalnya, suaramu bagus."

"Waduh..."

"Hm...kamu keberatan ya? Maaf kalau gitu."

"Eh..."

"Ya?"

"Hm...nggak keberatan sih. Bisa nambah teman juga kan?"

"Bener nih?"

"Iya."

"Ok, kalau begitu, nanti siang aku telepon lagi ya. Aku mau sekolah dulu. Kamu juga kan?"

"Iya dong."

Dan, siang itu, Adi menepati janjinya. Ia menelepon. Kami mengobrol banyak. Lucunya, kami seakan sudah kenal lama. Tak ada kecanggungan, tak ada rahasia.

Setelah hampir setengah jam mengobrol, Adi menyudahi pembicaraan kami, "Tan, aku telepon lagi besok boleh?"

"Boleh..."

"Tapi, sore ya? Nggak apa kan?"

"Jam berapa?"

"Jam setengah lima, sebelum siap-siap buka puasa. Bisa?"

"Bisa. Aku tunggu ya."

Aku pun menanti tibanya esok dengan tak sabar. Sementara itu, aku mengingat-ingat lagi semua cerita Adi. Ia tinggal di sekitar Bekasi. Umurnya sudah tujuh belas--beda empat tahun denganku--dan ia sudah duduk di kelas tiga SMA. Ia anak pertama dengan dua orang adik perempuan.

Dan, suaranya enak didengar! Di samping itu, ia lucu sekali. Aku dibuatnya tertawa beberapa kali. Ibu sampai duduk di dekatku dan bertanya tanpa suara, "Siapa?"

"Teman," jawabku.

Lalu, Ibu meninggalkanku lagi dengan telepon sambil menggeleng-geleng.

Anehnya, setelah menerima telepon dari Adi, aku tak henti-hentinya tersenyum. Aku merasa bahagia sekali.

Malam hari, seperti biasa, aku menulis diary. Biasanya, yang kutulis adalah apa-apa saja yang kualami di rumah atau di sekolah. Tapi, hari ini berbeda. Aku hanya menulis satu kata setelah Dear Diary, ADI. Nama itu kuhias dengan warna-warni dan bebungaan. Adi. Hmmm...

Malam itu, aku pun terlelap dalam senyum.

3 komentar:

  1. cerita nyata ga ini? :)

  2. bagus sekali,, cerita yang berkarakter!

  3. sma banget!