7. Sayang...

Hari-hari kulalui dengan membaca suratnya atau menulis surat untuknya. Tapi, aku masih memperhatikan pelajaran di sekolah. Terlebih lagi, ujian sudah di depan mata.

Kata-kata Adi dalam suratnya pun selalu menggelayuti hati dan pikiranku, "Kamu harus rajin belajar ya, Tan."

Aku pun berpesan hal yang sama untuk Adi. Aku memang belum paham betul mengenai perjuangan melewati UMPTN tapi aku tahu betapa pentingnya ujian itu untuk masa depan Adi.

Berteman dengan Adi, aku menjadi jauh lebih 'tua' dari umurku sebenarnya.

Adi sendiri sampai berkata dalam suratnya, "Kamu anak SMP kelas dua yang paling dewasa yang pernah kutemui. Kamu bisa menyemangati aku belajar, supaya nggak patah semangat, supaya optimis."

Padahal, aku hanya berusaha membantunya sebisaku. Apalah yang bisa kulakukan selain menyemangatinya? Apalagi, ia jauh dari orang tua.

Entah karena kegigihannya atau karena do'aku, ia merasa telah sukses melewati UMPTN.

"Setelah aku hitung-hitung sendiri, skorku bisa tembus ke semua jurusan yang aku pilih, Tan," kabarnya di surat terakhir yang ia kirimkan kepadaku.

Walau itu berarti ia harus tinggal di Bandung karena kedua pilihannya adalah fakultas-fakultas di institut teknologi terbesar di sana, aku turut senang. Toh meski ia di Jabotabek sekalipun, aku belum tentu bisa sering-sering menemuinya.

Aku sendiri berhasil naik kelas tiga dengan nilai terbaik di kelas.

"Sekarang kamu sudah kelas tiga. Harus lebih rajin lagi belajarnya. Ebtanas itu nggak main-main loh, sayang..." nasihat Adi.

Sayang...

Ya, dia memanggilku begitu, sekarang.

1 komentar:

  1. Bo.. kapan diposting lagi lanjutannya?? penasaran nihhhhh!!